Rabu, 29 April 2015

#Kesmen [Tugas 2] HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DAN SOCIAL SUPPORT

Pada posting-an sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian dan sejarah dari kesehatan mental. Dan sekarang saya akan membahas “Hubungan Antara Kesehatan Mental Dan Sosial Support”. Namun sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu teori mengenai sosial support (dukungan sosial) agar kita mendapatkan lebih banyak ilmu dan dapat menarik kesimpulan apa sih hubungan antara kesehatan mental dan sosial support ? ^^
A.    PENGERTIAN SOSIAL SUPPORT (DUKUNGAN SOSIAL)
   Istilah dukungan dapat berarti bantuan atau sokongan yang diterima seseorang dari orang lain. Dukungan ini biasanya diperoleh dari lingkungan sosial yaitu orang-orang terdekat, termasuk didalamnya adalah anggota keluarga, orang tua, dan teman.
v  Gottlieb (dikutip oleh Muluk, 1996) menjelaskan bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan nonverbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau yang didapat karena kehadiran orang yang mendukung serta hal ini mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku penerima.
v  House (dalam Smet, 1994, h. 234-235), menjelaskan dukungan sosial sebagai persepsi seseorang terhadap dukungan potensial yang diterima dari lingkungan, dukungan sosial tersebut mengacu pada kesenangan yang dirasakan sebagai penghargaan akan kepedulian serta pemberian bantuan dalam konteks hubungan yang akrab.
v  Cobb & Wills (dalam Sarafino, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu bentuk kenyamanan, pengertian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok.  Menurut Cobb, dkk. (dalam Sarafino, 1998) sumber utama dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari anggota keluarga, teman dekat, rekan kerja, saudara dan tetangga.
v  Veiel dan  Baumann (1992) berpendapat bahwa dukungan sosial merupakan suatu fenomena yang menarik dalam lingkup ilmu psikologi karena secara potensial dapat membantu memahami hubungan antara individu dengan lingkungan sosialnya. Hubungan ini melibatkan berbagai aspek dukungan yang diterima individu atau komunitas sosial dari orang lain atau lingkungan sosial lain yang lebih luas. Dengan demikian, secara umum dukungan sosial telah dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan baik langsung atau tidak langsung terhadap kualitas hubungan sosial
v  Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992) dukungan sosial adalah suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan.

B.     JENIS DUKUNGAN SOSIAL
Cohen dan Mc Kay; Wills (1984, dalam Sarafino, 1994, h.103) membedakan lima jenis dukungan sosial antara lain :
1)    Dukungan emosional, yaitu dukungan yang melibatkan ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada orang lain. Dukungan ini dapat memberikan perasaan nyaman dan aman, perasaan yang dimiliki dan dicintai dalam situasi-situasi stres yang dirasakan seseorang.
2)    Dukungan penghargaan, yaitu dukungan yang terjadi lewat ungkapan penghargaan positif kepada orang lain, dorongan maju atau persetujuan dengan pendapat dan perasaan individu, serta adanya perbandingan positif dari individu dengan orang lain. Dukungan ini memberikan perasaan berharga bagi seseorang yang menganggap bahwa dirinya memiliki kemampuan berbeda dari orang lain sehingga menimbulkan rasa percaya diri pada individu tersebut.
3)    Dukungan instrumental, yaitu dukungan yang berupa pemberian bantuan secara langsung seperti, bantuan materi atau uang, dll.
4)    Dukungan informasi, yaitu dukungan yang terdiri dari pemberian nasehat, arahan, saran, atau umpan balik mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain.
5)    Dukungan dari jaringan sosial, yaitu dukungan yang menimbulkan perasaan memiliki pada individu karena ia menjadi anggota di dalam kelompok. Dalam hal ini individu dapat membagi minat serta aktivitas sosialnya, sehingga individu merasa dirinya dapat diterima oleh kelompok tersebut.

C.    SUMBER-SUMBER DUKUNGAN SOSIAL
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa individu akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak. Menurut Rook & Dooley (1985) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu :
1)      Sumber Artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
2)      Sumber Natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

D.     KOMPONEN DUKUNGAN SOSIAL
Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) membagi dukungan sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain, yaitu : guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Komponen-komponen itu sendiri dikelompokkan ke dalam 2 bentuk, yaitu instrumental support dan emotional support. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai enam komponen dukungan sosial dari Weiss (dalam Cutrona, 1994):
a.       Instrumental Support
1)      Reliable alliance
Yang dimaksud dengan reliable alliance disini adalah pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.
2)      Guidance
Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1998). 6

b.      Emotional Support
Yang termasuk di dalamnya yaitu : reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance.
1)      Reassurance of worth
Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu (Cutrona, dkk., 1984). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya memberikan pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik.
2)      Attachment
Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona, dkk., 1984) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.
3)      Social Integration
Cutrona, dkk. (1984) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.
4)      Opportunity to provide nurturance
Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

E.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DUKUNGAN SOSIAL
Tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial seperti yang diharapkannya. Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan seseorang menerima dukungan (Sarafino, 1994) :
1)      Potensi Penerima
Dukungan Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkannya jika dia tidak sosial, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dia sebenarnya memerlukan pertolongan. Beberapa orang tidak perlu assertive untuk meminta bantuan orang lain, atau merasa bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan menyusahkan orang lain.
2)      Potensi Penyedia
Dukungan Seseorang yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain, atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.
3)      Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial
Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang tersebut), komposisi (apakah orang-orang tersebut keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan kedekatan hubungan.

Setelah kita mengetahui teori atau penjelasan mengenai Social Support (dukungan sosial) diatas, nah sekarang saya akan membahas mengenai hubungan antara kesehatan mental dan social support.
Secara umum pengertian dari kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat sera lingkungan tempat ia hidup. Sedangkan, dukungan sosial adalah suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Keduanya memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain.
Dukungan sosial sangat diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus hidupnya. Dukungan sosial akan semakin dibutuhkan pada seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit yang dialaminya. Dukungan sosial juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau ketersedian bantuan kepada seseorang dari orang lain atau suatu kelompok menyampaikan empat bentuk dukungan sosial, yaitu dukungan emosional dan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasional, serta dukungan jaringan sosial. Tidak semua tipe dari dukungan sosial bersama-sama melindungi individu terhadap stres. Perbedaan peristiwa yang menimbulkan stres menciptakan kebutuhan yang berbeda, dan dukungan sosial akan paling efektif jika sesuai dengan kebutuhannya.
Sebagai contoh, jika seseorang sedang mengalami stres maka harus segera ditanggulangi agar stres tersebut tidak menyebabkan depresi atau hal yang paling terburuk lainnya, contoh : bunuh diri. Oleh karena itu, harus kita cari faktor lain yang penting dalam hubungan stres dan depresi tersebut. Salah faktor lain dalam hubungan tersebut adalah dukungan sosial (social support). Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman-teman yang akrab akan kurang mengalami depresi bila mereka mengalami stres. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa tidak hanya banyaknya teman yang dimiliki individu yang akan mempengaruhi kemungkinan depresi, tetapi yang terpenting adalah kuallitas dari hubungan tersebut.
Individu yang memperoleh dukungan sosial kecil kemungkinan akan mengalami depresi, tetapi kita tidak mengetahui bangaimana prose dukungan sosial itu melindungi seseorang dari kemungkinan depresi. Salah satu kemungkinan adalah peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stres kurang dialami jika dapat dibicarakan bersama dengan orang lain (keluarga atau teman). Dengan demikian, tidak adanya dukungan sosial dapat menyebabkan depresi dan juga memperpanjang masa depresi tersebut.

v  Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesehatan Mental Individu
Dalam Sarason (1987) dikatakan bahwa individu dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta memiliki pandangan yang lebih positif terhadap kehidupan dibandingkan individu dengan dukungan sosial yang rendah. Sehingga jika semua itu berjalan dengan baik, maka kesehatan mental seseorang akan tidak akan mengalami gangguan.Sebaliknya, dukungan sosial yang rendah berhubungan dengan locus of control yang eksternal, menyebabkan adanya ketidakpuasan hidup dan adanya hambatan-hambatan dalam melakukan tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari. Sehingga dapat menyebakan gangguan dalam kesehatan mental seseorang. House (dalam Quick & Quick, 1984) membagi fungsi atau pengaruh dukungan sosial ke dalam 3 bagian, yaitu :
1)   Dukungan sosial dapat mempengaruhi stres secara langsung dengan mengubah tuntutan atau mengubah respon terhadap tuntutan.
2)    Dukungan sosial juga dapat mempengaruhi keadaan jasmani individu dengan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis.
3)    Dukungan sosial dapat menghalangi atau menahan efek negatif dari stres terhadap kesehatan individu.

SUMBER REFERENSI :
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawaran Kesehatan Komunitas. Jakarta : Penerbit Salemba medika.
Satiadrma, Monty P., dkk (2004). Jurnal Provitae. Jakarta : Obor Indonesia.
Nurmalasari, Yanni. (2007). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diri Pada Remaja Penderita Penyakit Lupus. Jurnal Psikologi Universitas Gunadarma, Vol. 1, 4-6. Diperoleh dari : http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Artikel_10502263.pdf

#Kesmen [Tugas 2] FENOMENA DEPRESI


A.   PENGERTIAN DEPRESI
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et all, 1993).
Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek ialah ”nada” perasaan, menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologis. Sedangkan emosi merupakan manifestasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung relative tidak lama (misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspek-aspek yang lain seorang manusia (umpama proses berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu waktu.

B.     TIPE-TIPE DEPRESI
Gangguan depresi yang paling umum adalah:
1.      Major Depressive Disorder (Depresi Besar)
Gejala depresi utama menonaktifkan dan mengganggu kegiatan sehari-hari seperti belajar, makan, dan tidur. Orang dengan gangguan ini mungkin hanya memiliki satu episode depresi utama dalam hidup mereka. Tapi yang lebih sering, depresi datang kembali berulang kali.
2.      Dysthymic Disorder
Gejala dysthymia bertahan untuk waktu yang lama (2 tahun atau lebih). Dysthymia tidak terlalu parah dari depresi besar, tetapi masih bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Orang dengan dysthymia mungkin juga mengalami satu atau lebih episode depresi berat selama masa hidup mereka.
3.      Minor Depression (Depresi Ringan)
Gejala depresi ringan mirip dengan besar depresi dan dysthymia, tetapi tidak terlalu parah dan / atau biasanya dalam jangka pendek. Tanpa pengobatan, bagaimanapun, orang dengan depresi ringan beresiko tinggi untuk mengembangkan penyakit depresi.

Selain itu, berdasarkan Yustinus Semiun, 2006 (dalam buku Kesehatan Mental 2) terdapat beberapa pembagian mengenai depresi, yaitu :
1.      Depresi Normal dan Depresi Abnormal
Batas antara depresi normal dan depresi abnormal tidak, jelas tetapi ada dua faktor kedalaman depresi dan faktor lamanya depresi. Normal kalau seseorang kadang-kadang merasa sedikit murung, sedih atau merasa sedikit tertekan. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan kalau depresi begitu dalam sehingga individu tidak dapat berfungsi dengan sewajarnya. Selain kedalaman dari depresi, perlu dipertimbangkan juga kalau depresi tersebut berlangsung lama dan indivudu tidak sembuh serta tidak bisa keluar atau melepaskan diri dari keadaan depresi tersebut. Jika depresi itu berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan oelh penyebab sebenarnya, maka perlu diperhatikan bahwa mungkin terjadi suatu depresi abnormal.
2.      Depresi Eksogen dan Depresi Endogen
   -  Depresi eksogen è depresi yang disebabkan oleh faktor eksternal (faktor-faktor psikologi), seperti konflik dan stres.
   -   Depresi endogen è depresi yang disebabkan oleh faktor internal (faktor-faktor fisiologis).
3.      Depresi Primer dan Depresi Sekunder
  -   Depresi primer è individu yang mengalami stres dimana gejala primernya adalah depresi.
 -  Depresi sekunder è depresi yang muncul dikarenakan adanya gejala sekunder pada individu yang mengalami gangguan lain yang sudah ada sebelumnya, seperti kecemasan, alkoholisme, skizofrenia, dll.
4.      Depresi Involusional dan Depresi Postpartum
  -  Depresi involusional è depresi yang berkaitan dengan permulaan atau awal dari usia lanjut (65 tahun keatas). Depresi ini dilihat sebagai akibat dari faktor-faktor fisiologis seseorang dan faktor tersebut pasti ikut menyebabkan depresi.
  -  Depresi postpartum è mengacu pada suatu depresi yang relatif berat dan timbul sesudah seorang wanita melahirkan. Depresi ini dapat mucul karena respons-respon yang terjadi karena keadaan fisik yang tidak mnyenangkan dan stres yang berkaitan dengan kelahiran, perubahan hormon, keluarnya air susu dari kelenjar susu (laktasi), akibat efek samping dari obat, serta keadaan lingkungan rumah sakit.

C.    PENYEBAB DEPRESI
Kaplan & Saddock pada tahun 1997 menyatakan bahwa sebab depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: 
1)      Aspek Biologi
Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan gangguan hormonal. Neurotransmiter antara lain dopamin, histamin, dan noradrenalin.
a)      Dopamin dan norepinefrin
Keduanya berasal dari asam amino tirosin yang terdapat pada sirkulasi darah. Pada neuron dopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamin melalui 2 tahap: perubahan tirosin menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase (Tyr-OH). DOPA tersebut akan diubah lagi menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta hidroksilase (DBH-OH). Pada jaringan interseluler, DA yang bebas yang tidak disimpan pada vesikel akan dioksidasi oleh enzim MAO menjadi DOPAC. Sedangkan pada jaringan ekstraseluler (pada celah sinap) DA akan menjadi HVA dengan enzim MAO dan COMT.
b)      Serotonin
Serotonin yang terdapat pada susunan saraf pusat berasal dari asam amino triptofan, proses sintesis serotonin sama dengan katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron dari sirkulasi darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase akan membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase akan membentuk 5-hidroksitriptamin (5-HT).

2)      Aspek Genetik
Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:
a.      Penelitian keluarga
Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan bipoler I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan depresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi berat.
b.      Penelitian adopsi
Penelitian ini telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap beresiko menderita gangguan mood, bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan.
c.       Penelitian kembar
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipoler I pada anak kembar monozigotik 33-90%; untuk gangguan depresi berat angka kesesuaiannya 50%. Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25% untuk gangguan bipoler I dan 10-25% untuk gangguan depresi berat.

3)      Aspek Psikologi
Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan gangguan kepribadian tertentu dengan gangguan bipolar I pada kemudian hari. Tetapi gangguan distimik dan gangguan siklotimik berhubungan dengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian harinya.

4)      Aspek Lingkungan Sosial
Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terkena depresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.

Sedangkan, Davidson dan Naela (2001) membagi penyebab terjadinya depresi kedalam beberapa sudut pandang, yaitu :
Sudut pandang tersebut adalah sudut pandang psikologi, sudut pandang kognitif, dan sudut pandang interpersonal.
  1)  Menurut sudut pandang psikologi, penyebab depresi dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan psikoanalisa. Freud mengemukakan hipotesis awal potensi depresi ditumbuhkan sejak anak-anak. Proses pembentukan depresi berawal setelah anak mengalami kehilangan seseorang yang sangat dicintainya karena meninggal perpisahan, atau penarikan afeksi. Kemudian anak tersebut menggabungkan orang yang hilang, dan mengindentifikasi diri dengannya. Periode ini diikuti oleh periode berduka, dimana ia kan mengingat kenangan dari orang yang hilang dan memisahkan diri darinya dengan orang tersebut, yang dianggap meninggalkannya dan melepaskan pula ikatan yang tadinya digabungkan. Periode berduka akan menjadi periode berkelanjutan untuk menyiksa diri, menyalahkan diri, dan berakhir pada kondisi depresi.

2)    Pada sudut pandang kognitif terdapat empat pendekatan kognitif untuk menjelaskan depresi, antara lain :
a.       Teori Depresi Beck è menjelaskan bahwa depresi terjadi karena pemikiran individu tersebut dibiaskan pada interpretasi negatif. Interpretasi negatif tentang diri seperti gambaran pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Keyakinan negatif dipicu oleh peristiwa-peristiwa hidup yang negatif, seperti asumsi bahwa “saya harus sempurna”. Sikap-sikap negatif akan membuat bias-bias kognitif dan memicu depresi.
b.      Teori Learned Helpness è menjelaskan bahwa depresi muncul akibat peristiwa menyakitkan yang tidak dapat dikontrol, peristiwa yang menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup yang tidak menyenangkan dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Kondisi seperti itu akan menghasilkan ketidakberdayaan yang memicu depresi.
c.       Teori Atribusi è teori atribusi adalah deskripsi mengenai bagaimana cara orang menjelaskan penyebab perilakunya sendiri ataupun perilaku orang lain. Orang akan mengalami depresi apabila mengatribusi peristiwa negatif dengan semua kegagalan yang dialaminya. Selanjutnya muncul perasaan tidak berdaya, tidak ada respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan terjadilah depresi.
d.      Teori Hopelessness è menjelaskan bahwa munculnya depresi berawal dari adanya peristiwa yang menyakitkan. Selanjutnya akan muncul perasaan tidak adanya harapan, tidak ada respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan. Hasil yang diharapkan tidak terjadi dan munculnya depresi.

3)    Asumsi sudut pandang interpersonal adalah bahwa individu yang depresi cenderung memiliki hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap orang disekitarnya kurang memberikan dukungan. Sedikitnya dukungan sosial dapat mengurangi kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa yang negatif dan membuat seseorang rentan terhadap depresi.

D.    GEJALA DEPRESI
Gejala depresi ialah keadaan emosi yang tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal : rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal : terlihat seperti ingin menangis). Gejala klinis depresi dapat dilihat sebagai suatu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa, dan lain sebagainya.  Keltner, dkk (1999) menjelaskan bahwa individu yang menderita gangguan depresi jika lima (atau lebih)  gejala depresi telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang. Beberapa gejala yang mungkin terjadi pada seseorang yang mengalami depresi , yaitu :
1.      Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari.
2.      Kehilangan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal : perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan).
3.      Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
4.      Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat).
5.      Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari.
6.      Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari.
7.      Berkurang kemampuan untuk berfikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan.
8.      Berulang kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.

Menurut Setyonegoro (1991), gejala klinis depresi terdiri dari:
1)      Simptom psikologi:
a.       Berpikir: kehilangan konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, pengendalian diri, ragu-ragu, harga diri rendah.
b.      Motivasi: kurang minat bekerja dan lalai, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri. Perilaku: lambat, mondar-mandir, menangis, mengeluh.

2)      Simptom biologi:
a.       Hilang nafsu makan atau bertambah nafsu makan.
b.      Hilang libido.
c.       Tidur terganggu.
d.      Lambat atau gelisah.

E.     PENANGANAN DEPRESI
Individu yang mengalami depresi harus mendapatkan penanganan segera. Jika dibiarkan lebih lanjut akan memicu perilaku tindakan bunuh diri. Salah satu penanganan depresi ialah melalui konseling. Konseling merupakan proses bantuan penyelesaian masalah, yang besifat terbuka dengan bertemu muka yang diberikan oleh tenaga profesional.
Davidson dan Naela (2001) menjelaskan bahwa depresi dapat ditangani dengan empat cara, yaitu :
1.      Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan ini akan membantu klien memperoleh hikmah dari konflik yang dialaminya dan mendorong pelepasan keluar amarah yang selama ini terpendam di dalam dirinya. Pendekatan ini akan membantu klien membuka motivasi yang tersembunyi.
2.      Pendekatan Cognitive Behavioral
Pada pendekatan ini butuh adanya konselor yang mencoba mempersuasi klien yang mengalami depresi untuk mengubah pandangan tentang dirinya dan peristiwa yang negatif.
3.      Pelatihan Keterampilan Sosial
Pendekatan perilaku memfokuskan pada upaya untuk membantu klien meningkatkan interaksi sosialnya.
4.      Pendekatan Biologis
Bentuk terapi biologis yang dapat digunakan adalah ECT (electroconcovulsive therapy). ECT dianggap merupakan pengobatan yang paling optimal untuk depresi parah. Terapi lainnya adalah dengan pemberian obat-obatan untuk menangani depresi.

Contoh Kasus :
“Mahasiswa Unas Bunuh Diri Karena Depresi”
Setelah dilakukan penyelidikan secara marathon, aparat Polrestra Depok menemukan titik terang penyebab tewasnya Muhamad Ferdy Pradipta, 22 tahun, dengan cara terjun bebas dari lantai 5 Mal ITC, Depok, Jawa Barat, Senin (3/3) lalu. Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) semester 5 itu nekat bunuh diri dipicu belum membayar uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas yang diberikan pihak kampus kepada mahasiswa Jurusan Tehnik Informatika tersebut.
Kasat Reskrin Polresta Depok, Kompol Agus Widodo mengatakan, penyebab aksi bunuh diri mahasiswa itu diketahui setelah jajarannya memanggil pihak keluarga korban. Dari para keluarga, yaitu ayah, ibu dan kakak korban mengarahkan kepada masalah belum menyetorkan uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas kuliah yang harus diselesaikan sebelum mengikuti ujian tengah semester yang akan dilaksanakan kampus.
”Sepertinya korban depresi karena banyak persoalan yang tidak bisa dipecahkan. Informasi itu semua kami ketahui dari keluarga korban yang dimintai keterangan oleh penyidik,”kata Agus kepada INDOPOS, kemarin. Agus menyatakan korban menjalani dunia perkuliahan lantaran ingin membahagiakan orang tua, bukan karena keinginan sendiri. Namun, karena tak sanggup mewujudkan keinginan membahagiakan keluarga korban pun kebingungan.
Sementara, Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo menyatakan, kasus bunuh diri Muhamad Ferdy Pradipta terjadi akibat beban pendidikan yang diinginkan orang tuanya tidak bisa dipenuhi. Kata dia, itu terlihat dari isi pesan singkat yang dikirimkan korban kepada orang tua. Besarnya beban itu membuat korban depresi dan frustasi pada level tingkat tinggi.
Dia menambahkan, efek terhadap besarnya tekanan orang tua kepada anak agar mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang tidak diminati akan sangat fatal terjadi. Sebab, beban moral dipegang oleh sang anak dalam menyenangkan orang tua yang tak bisa diwujudkan semakin bertambah. Hal tersebut memicu seseorang merasa frustasi atau stress.

Analisis Kasus :
Depresi adalah penyakit mental yang umum tapi serius, biasanya ditandai dengan perasaan sedih, cemas, atau putus asa. Depresi dapat melanda siapa saja, tak terkecuali mahasiswa. Adalah wajar bila kadang seseorang dihinggapi perasaan depresi. Dengan berjalannya waktu, memasuki aktivitas lain seusai masa berkabung, mood depresif akan hilang. Kebanyakan mahasiswa kadang-kadang merasa sedih atau cemas, tapi emosi ini biasanya berlalu dengan cepat. Namun jika hal ini terus berlanjut hingga berhari-hari dan mengganggu aktivitas maka hal tersebut bisa dikatakan bahwa seseorang menderita depresi.
Dalam kasus diatas, seorang mahasiswa yang mengalami depresi hingga nekat mengakhiri hidupnya. Berdasarkan penyelidikan, mahasiswa tersebut mengalami depresi karena banyak masalah yang ia hadapi, seperti belum membayar uang kuliah, tugas kampus yang begitu berat, dan penyesalan karena memilih jurusan kuliah disebabkan keinginan dari orang tuanya, sehingga munculnya rasa takut tidak dapat membahagiakan orang tuanya. Rasa takut yang berlebihan dan penyesalan itu membuat korban berani bertindak nekat. Efek psikologi itulah yang menimbulkan rasa bersalah korban yang tidak bisa menepati janji. Fase dimana jika seseorang tidak bisa menahan beban moral pasti akan bertindak nekat. Hal tersebut memicu seseorang merasa frustasi atau depresi.
Jika dipandang berdasarkan sudut pandang kognitif, depresi yang dialami mahasiswa tersebut dapat muncul karena adanya peristiwa menyakitkan yang tidak dapat dikontrol, peristiwa yang menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup yang tidak menyenangkan dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Dalam kasus ini mahasiswa tersebut memiliki masalah keuangan, keluarga, dan tugas kuliah yang tak kunjung terselesaikan. Hal-hal tersebut menumpuk semakin berat dan tak terbendung lagi sehingga mahasiswa tersebut mengalami depresi.
Selain itu, mahasiswa tersebut juga memiliki gambaran negatif tentang diri seperti gambaran pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya namun ia takut bahwa hal ia ia lakukan tidak terwujud karena tidak sesuai dengan kata hatinya dan keinginannya. Tipe depresi yang dialami orang mahasiswa tersebut tergolong mayor depression (depresi berat) karena dialami dalam jangka waktu yang lama, menganggu kegiatan sehari-hari, hingga berujung pada tindakan bunuh diri.
Ya, efek terfatal seseorang yang mengalami depresi adalah melakukan tindakan bunuh diri. Padahal hal tersebut dapat dicegah bila ia mau terbuka mengutarakan masalahnya pada orang lain (bercerita kepada teman yang dipercaya atau konsultasi pada psikolog) sehingga depresi yang ia alami dapat tertangani dengan baik. Faktor agama juga merupakan kunci terpenting dalam menghilangkan depresi seseorang. Mereka yang memiliki iman yang kuat akan percaya bahwa Allah SWT tidak pernah memberi cobaan yang tidak bisa ditanggung oleh umat-Nya. Allah SWT senangtiasa melindungi dan mengangkat derajat umat-Nya yang bersabar serta pantang menyerah dalam menjalani hidup. 

SUMBER REFERENSI:
Fausiah dan Widury. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: UIP
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Widyarini, Nilam. (2009). Psikologi Populer : Kunci Pengembangan Diri. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Rosady, Henry. (2014). INDOPOS. Diakses pada 20 April 2015. Diperoleh dari :
http://www.indopos.co.id/2014/03/mahasiswa-unas-bunuh-diri-karena-depresi.html