A. PENGERTIAN
DEPRESI
Depresi
adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa
sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau
somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan keringat dingin. Depresi dikatakan
normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu
yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut
maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et all, 1993).
Maramis
(2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek ialah ”nada”
perasaan, menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih
sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta
kurang disertai oleh komponen fisiologis. Sedangkan emosi merupakan manifestasi
afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung
relative tidak lama (misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan).
Afek dan emosi dengan aspek-aspek yang lain seorang manusia (umpama proses
berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan
tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu waktu.
B.
TIPE-TIPE
DEPRESI
Gangguan depresi yang paling umum
adalah:
1. Major Depressive Disorder (Depresi
Besar)
Gejala
depresi utama menonaktifkan dan mengganggu kegiatan sehari-hari seperti
belajar, makan, dan tidur. Orang dengan gangguan ini mungkin hanya memiliki
satu episode depresi utama dalam hidup mereka. Tapi yang lebih sering, depresi
datang kembali berulang kali.
2.
Dysthymic Disorder
Gejala
dysthymia bertahan untuk waktu yang lama (2 tahun atau lebih). Dysthymia tidak
terlalu parah dari depresi besar, tetapi masih bisa mengganggu aktivitas
sehari-hari. Orang dengan dysthymia mungkin juga mengalami satu atau lebih episode
depresi berat selama masa hidup mereka.
3. Minor Depression (Depresi Ringan)
Gejala
depresi ringan mirip dengan besar depresi dan dysthymia, tetapi tidak terlalu
parah dan / atau biasanya dalam jangka pendek. Tanpa pengobatan, bagaimanapun,
orang dengan depresi ringan beresiko tinggi untuk mengembangkan penyakit
depresi.
Selain itu,
berdasarkan Yustinus Semiun, 2006 (dalam buku Kesehatan Mental 2) terdapat beberapa pembagian mengenai depresi,
yaitu :
1.
Depresi
Normal dan Depresi Abnormal
Batas
antara depresi normal dan depresi abnormal tidak, jelas tetapi ada dua faktor
kedalaman depresi dan faktor lamanya depresi. Normal kalau seseorang
kadang-kadang merasa sedikit murung, sedih atau merasa sedikit tertekan. Akan
tetapi, perlu dipertimbangkan kalau depresi begitu dalam sehingga individu
tidak dapat berfungsi dengan sewajarnya. Selain kedalaman dari depresi, perlu
dipertimbangkan juga kalau depresi tersebut berlangsung lama dan indivudu tidak
sembuh serta tidak bisa keluar atau melepaskan diri dari keadaan depresi
tersebut. Jika depresi itu berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan oelh
penyebab sebenarnya, maka perlu diperhatikan bahwa mungkin terjadi suatu
depresi abnormal.
2.
Depresi
Eksogen dan Depresi Endogen
- Depresi eksogen è
depresi yang disebabkan oleh faktor eksternal (faktor-faktor psikologi),
seperti konflik dan stres.
- Depresi endogen è
depresi yang disebabkan oleh faktor internal (faktor-faktor fisiologis).
3.
Depresi
Primer dan Depresi Sekunder
- Depresi primer è
individu yang mengalami stres dimana gejala primernya adalah depresi.
- Depresi sekunder è
depresi yang muncul dikarenakan adanya gejala sekunder pada individu yang
mengalami gangguan lain yang sudah ada sebelumnya, seperti kecemasan,
alkoholisme, skizofrenia, dll.
4.
Depresi
Involusional dan Depresi Postpartum
- Depresi involusional è
depresi yang berkaitan dengan permulaan atau awal dari usia lanjut (65 tahun
keatas). Depresi ini dilihat sebagai akibat dari faktor-faktor fisiologis
seseorang dan faktor tersebut pasti ikut menyebabkan depresi.
- Depresi postpartum è
mengacu pada suatu depresi yang relatif berat dan timbul sesudah seorang wanita
melahirkan. Depresi ini dapat mucul karena respons-respon yang terjadi karena
keadaan fisik yang tidak mnyenangkan dan stres yang berkaitan dengan kelahiran,
perubahan hormon, keluarnya air susu dari kelenjar susu (laktasi), akibat efek
samping dari obat, serta keadaan lingkungan rumah sakit.
C.
PENYEBAB
DEPRESI
Kaplan
& Saddock pada tahun 1997 menyatakan bahwa sebab depresi dapat ditinjau
dari beberapa aspek, antara lain:
1)
Aspek
Biologi
Penyebabnya
adalah gangguan neurotransmiter di otak dan gangguan hormonal. Neurotransmiter
antara lain dopamin, histamin, dan noradrenalin.
a)
Dopamin
dan norepinefrin
Keduanya berasal
dari asam amino tirosin yang terdapat pada sirkulasi darah. Pada neuron
dopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamin melalui 2 tahap: perubahan tirosin
menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase (Tyr-OH). DOPA tersebut akan diubah lagi
menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta hidroksilase (DBH-OH). Pada
jaringan interseluler, DA yang bebas yang tidak disimpan pada vesikel akan
dioksidasi oleh enzim MAO menjadi DOPAC. Sedangkan pada jaringan ekstraseluler
(pada celah sinap) DA akan menjadi HVA dengan enzim MAO dan COMT.
b)
Serotonin
Serotonin yang
terdapat pada susunan saraf pusat berasal dari asam amino triptofan, proses
sintesis serotonin sama dengan katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron
dari sirkulasi darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase akan
membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase akan membentuk
5-hidroksitriptamin (5-HT).
2)
Aspek
Genetik
Pola genetik
penting dalam perkembangan gangguan mood, akan tetapi pola pewarisan genetik
melalui mekanisme yang sangat kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian
sebagai berikut:
a.
Penelitian
keluarga
Dari penelitian
keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak keluarga turunan pertama dari
penderita gangguan bipoler I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak
keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan
2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan depresi berat. Sanak keluarga
turunan pertama dari seorang penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih
besar daripada sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita
gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi berat.
b.
Penelitian
adopsi
Penelitian ini
telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita
depresi tetap beresiko menderita gangguan mood, bahkan jika mereka dibesarkan
oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan.
c.
Penelitian
kembar
Penelitian
terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipoler
I pada anak kembar monozigotik 33-90%; untuk gangguan depresi berat angka
kesesuaiannya 50%. Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira
5-25% untuk gangguan bipoler I dan 10-25% untuk gangguan depresi berat.
3)
Aspek
Psikologi
Sampai
saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang
menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen-oral,
obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar
untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan
lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan
mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan gangguan
kepribadian tertentu dengan gangguan bipolar I pada kemudian hari. Tetapi
gangguan distimik dan gangguan siklotimik berhubungan dengan perkembangan
gangguan bipoler I di kemudian harinya.
4)
Aspek
Lingkungan Sosial
Berdasarkan
penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terkena
depresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.
Sedangkan, Davidson dan
Naela (2001) membagi penyebab terjadinya depresi kedalam beberapa sudut
pandang, yaitu :
Sudut pandang tersebut adalah sudut pandang psikologi, sudut pandang
kognitif, dan sudut pandang interpersonal.
1) Menurut
sudut pandang psikologi, penyebab
depresi dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan psikoanalisa. Freud
mengemukakan hipotesis awal potensi depresi ditumbuhkan sejak anak-anak. Proses
pembentukan depresi berawal setelah anak mengalami kehilangan seseorang yang
sangat dicintainya karena meninggal perpisahan, atau penarikan afeksi. Kemudian
anak tersebut menggabungkan orang yang hilang, dan mengindentifikasi diri
dengannya. Periode ini diikuti oleh periode berduka, dimana ia kan mengingat
kenangan dari orang yang hilang dan memisahkan diri darinya dengan orang
tersebut, yang dianggap meninggalkannya dan melepaskan pula ikatan yang tadinya
digabungkan. Periode berduka akan menjadi periode berkelanjutan untuk menyiksa
diri, menyalahkan diri, dan berakhir pada kondisi depresi.
2) Pada
sudut pandang kognitif terdapat
empat pendekatan kognitif untuk menjelaskan depresi, antara lain :
a. Teori Depresi Beck
è
menjelaskan bahwa depresi terjadi karena pemikiran individu tersebut dibiaskan
pada interpretasi negatif. Interpretasi negatif tentang diri seperti gambaran
pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Keyakinan negatif dipicu oleh
peristiwa-peristiwa hidup yang negatif, seperti asumsi bahwa “saya harus
sempurna”. Sikap-sikap negatif akan membuat bias-bias kognitif dan memicu
depresi.
b. Teori Learned Helpness
è
menjelaskan bahwa depresi muncul akibat peristiwa menyakitkan yang tidak dapat
dikontrol, peristiwa yang menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup
yang tidak menyenangkan dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Kondisi
seperti itu akan menghasilkan ketidakberdayaan yang memicu depresi.
c. Teori Atribusi
è
teori atribusi adalah deskripsi mengenai bagaimana cara orang menjelaskan
penyebab perilakunya sendiri ataupun perilaku orang lain. Orang akan mengalami
depresi apabila mengatribusi peristiwa negatif dengan semua kegagalan yang
dialaminya. Selanjutnya muncul perasaan tidak berdaya, tidak ada respon yang
memungkinkan untuk mengatasi situasi dan terjadilah depresi.
d. Teori Hopelessness
è
menjelaskan bahwa munculnya depresi berawal dari adanya peristiwa yang
menyakitkan. Selanjutnya akan muncul perasaan tidak adanya harapan, tidak ada
respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan. Hasil yang
diharapkan tidak terjadi dan munculnya depresi.
3) Asumsi
sudut pandang interpersonal adalah
bahwa individu yang depresi cenderung memiliki hubungan sosial yang kurang baik
dan menganggap orang disekitarnya kurang memberikan dukungan. Sedikitnya
dukungan sosial dapat mengurangi kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa
yang negatif dan membuat seseorang rentan terhadap depresi.
D. GEJALA
DEPRESI
Gejala
depresi ialah keadaan emosi yang tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari,
hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal : rasa sedih
atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal : terlihat seperti ingin
menangis). Gejala klinis depresi dapat dilihat sebagai suatu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa, dan lain sebagainya. Keltner, dkk (1999) menjelaskan bahwa
individu yang menderita gangguan depresi jika lima (atau lebih) gejala depresi telah ada selama periode dua
minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang. Beberapa gejala
yang mungkin terjadi pada seseorang yang mengalami depresi , yaitu :
1. Kehilangan
minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian
besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari.
2. Kehilangan
berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat
badan secara signifikan (misal : perubahan berat badan lebih dari 5% berat
badan sebelumnya dalam satu bulan).
3. Insomnia
atau hipersomnia hampir setiap hari.
4. Kegelisahan
atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain,
bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat).
5. Perasaan
lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari.
6. Perasaan
tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa
merupakan delusi) hampir setiap hari.
7. Berkurang
kemampuan untuk berfikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan.
8. Berulang
kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang kali
muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh
diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.
Menurut
Setyonegoro (1991), gejala klinis depresi terdiri dari:
1) Simptom
psikologi:
a. Berpikir:
kehilangan konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, pengendalian diri,
ragu-ragu, harga diri rendah.
b. Motivasi:
kurang minat bekerja dan lalai, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin
melarikan diri. Perilaku: lambat, mondar-mandir, menangis, mengeluh.
2) Simptom
biologi:
a. Hilang
nafsu makan atau bertambah nafsu makan.
b. Hilang
libido.
c. Tidur
terganggu.
d. Lambat
atau gelisah.
E.
PENANGANAN
DEPRESI
Individu
yang mengalami depresi harus mendapatkan penanganan segera. Jika dibiarkan
lebih lanjut akan memicu perilaku tindakan bunuh diri. Salah satu penanganan
depresi ialah melalui konseling. Konseling merupakan proses bantuan
penyelesaian masalah, yang besifat terbuka dengan bertemu muka yang diberikan
oleh tenaga profesional.
Davidson
dan Naela (2001) menjelaskan bahwa depresi dapat ditangani dengan empat cara,
yaitu :
1.
Pendekatan
Psikodinamik
Pendekatan
ini akan membantu klien memperoleh hikmah dari konflik yang dialaminya dan
mendorong pelepasan keluar amarah yang selama ini terpendam di dalam dirinya.
Pendekatan ini akan membantu klien membuka motivasi yang tersembunyi.
2.
Pendekatan
Cognitive Behavioral
Pada
pendekatan ini butuh adanya konselor yang mencoba mempersuasi klien yang
mengalami depresi untuk mengubah pandangan tentang dirinya dan peristiwa yang
negatif.
3.
Pelatihan
Keterampilan Sosial
Pendekatan
perilaku memfokuskan pada upaya untuk membantu klien meningkatkan interaksi
sosialnya.
4.
Pendekatan
Biologis
Bentuk
terapi biologis yang dapat digunakan adalah ECT (electroconcovulsive therapy). ECT dianggap merupakan pengobatan
yang paling optimal untuk depresi parah. Terapi lainnya adalah dengan pemberian
obat-obatan untuk menangani depresi.
Contoh Kasus :
Contoh Kasus :
“Mahasiswa Unas Bunuh Diri Karena Depresi”
Setelah dilakukan penyelidikan secara marathon, aparat Polrestra Depok
menemukan titik terang penyebab tewasnya Muhamad Ferdy Pradipta, 22 tahun, dengan
cara terjun bebas dari lantai 5 Mal ITC, Depok, Jawa Barat, Senin (3/3) lalu.
Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) semester 5 itu nekat bunuh diri dipicu
belum membayar uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas yang diberikan pihak
kampus kepada mahasiswa Jurusan Tehnik Informatika tersebut.
Kasat
Reskrin Polresta Depok, Kompol Agus Widodo mengatakan, penyebab aksi bunuh diri
mahasiswa itu diketahui setelah jajarannya memanggil pihak keluarga korban.
Dari para keluarga, yaitu ayah, ibu dan kakak korban mengarahkan kepada masalah
belum menyetorkan uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas kuliah yang harus
diselesaikan sebelum mengikuti ujian tengah semester yang akan dilaksanakan
kampus.
”Sepertinya
korban depresi karena banyak persoalan yang tidak bisa dipecahkan. Informasi
itu semua kami ketahui dari keluarga korban yang dimintai keterangan oleh
penyidik,”kata Agus kepada INDOPOS, kemarin. Agus menyatakan korban menjalani
dunia perkuliahan lantaran ingin membahagiakan orang tua, bukan karena keinginan
sendiri. Namun, karena tak sanggup mewujudkan keinginan membahagiakan keluarga
korban pun kebingungan.
Sementara, Pakar
Sosiologi Pendidikan Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo menyatakan, kasus
bunuh diri Muhamad Ferdy Pradipta terjadi akibat beban pendidikan yang
diinginkan orang tuanya tidak bisa dipenuhi. Kata dia, itu terlihat dari isi
pesan singkat yang dikirimkan korban kepada orang tua. Besarnya beban itu
membuat korban depresi dan frustasi pada level tingkat tinggi.
Dia
menambahkan, efek terhadap besarnya tekanan orang tua kepada anak agar
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang tidak diminati akan sangat fatal
terjadi. Sebab, beban moral dipegang oleh sang anak dalam menyenangkan orang
tua yang tak bisa diwujudkan semakin bertambah. Hal tersebut memicu seseorang
merasa frustasi atau stress.
Analisis Kasus :
Depresi
adalah penyakit mental yang umum tapi serius, biasanya ditandai dengan perasaan
sedih, cemas, atau putus asa. Depresi dapat melanda siapa saja, tak terkecuali
mahasiswa. Adalah wajar bila kadang seseorang dihinggapi perasaan depresi. Dengan
berjalannya waktu, memasuki aktivitas lain seusai masa berkabung, mood depresif
akan hilang. Kebanyakan mahasiswa kadang-kadang merasa sedih atau cemas, tapi
emosi ini biasanya berlalu dengan cepat. Namun jika hal ini terus berlanjut
hingga berhari-hari dan mengganggu aktivitas maka hal tersebut bisa dikatakan
bahwa seseorang menderita depresi.
Dalam
kasus diatas, seorang mahasiswa yang mengalami depresi hingga nekat mengakhiri
hidupnya. Berdasarkan penyelidikan, mahasiswa tersebut mengalami depresi karena
banyak masalah yang ia hadapi, seperti belum membayar uang kuliah, tugas kampus
yang begitu berat, dan penyesalan karena memilih jurusan kuliah disebabkan
keinginan dari orang tuanya, sehingga munculnya rasa takut tidak dapat
membahagiakan orang tuanya. Rasa takut yang berlebihan dan
penyesalan itu membuat korban berani bertindak nekat. Efek psikologi itulah
yang menimbulkan rasa bersalah korban yang tidak bisa menepati janji. Fase
dimana jika seseorang tidak bisa menahan beban moral pasti akan bertindak
nekat. Hal tersebut memicu seseorang merasa frustasi atau depresi.
Jika dipandang berdasarkan sudut
pandang kognitif, depresi yang dialami mahasiswa tersebut dapat muncul karena
adanya peristiwa menyakitkan yang tidak dapat dikontrol, peristiwa yang
menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup yang tidak menyenangkan
dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Dalam kasus ini mahasiswa
tersebut memiliki masalah keuangan, keluarga, dan tugas kuliah yang tak kunjung
terselesaikan. Hal-hal tersebut menumpuk semakin berat dan tak terbendung lagi
sehingga mahasiswa tersebut mengalami depresi.
Selain
itu, mahasiswa tersebut juga memiliki gambaran negatif tentang diri seperti
gambaran pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Ia ingin membahagiakan
kedua orang tuanya namun ia takut bahwa hal ia ia lakukan tidak terwujud karena
tidak sesuai dengan kata hatinya dan keinginannya. Tipe depresi yang dialami orang
mahasiswa tersebut tergolong mayor
depression (depresi berat) karena dialami dalam jangka waktu yang lama,
menganggu kegiatan sehari-hari, hingga berujung pada tindakan bunuh diri.
Ya, efek terfatal seseorang
yang mengalami depresi adalah melakukan tindakan bunuh diri. Padahal hal
tersebut dapat dicegah bila ia mau terbuka mengutarakan masalahnya pada orang
lain (bercerita kepada teman yang dipercaya atau konsultasi pada psikolog)
sehingga depresi yang ia alami dapat tertangani dengan baik. Faktor agama juga
merupakan kunci terpenting dalam menghilangkan depresi seseorang. Mereka yang
memiliki iman yang kuat akan percaya bahwa Allah SWT tidak pernah memberi cobaan
yang tidak bisa ditanggung oleh umat-Nya. Allah SWT senangtiasa melindungi dan
mengangkat derajat umat-Nya yang bersabar serta pantang menyerah dalam
menjalani hidup.
SUMBER REFERENSI:
Fausiah
dan Widury. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta:
UIP
Semiun,
Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Widyarini, Nilam. (2009). Psikologi Populer : Kunci Pengembangan Diri.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Maramis,
W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Rosady, Henry. (2014). INDOPOS.
Diakses pada 20 April 2015. Diperoleh dari :
http://www.indopos.co.id/2014/03/mahasiswa-unas-bunuh-diri-karena-depresi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar