Rabu, 29 April 2015

#Kesmen [Tugas 2] FENOMENA DEPRESI


A.   PENGERTIAN DEPRESI
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et all, 1993).
Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek ialah ”nada” perasaan, menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologis. Sedangkan emosi merupakan manifestasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung relative tidak lama (misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspek-aspek yang lain seorang manusia (umpama proses berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu waktu.

B.     TIPE-TIPE DEPRESI
Gangguan depresi yang paling umum adalah:
1.      Major Depressive Disorder (Depresi Besar)
Gejala depresi utama menonaktifkan dan mengganggu kegiatan sehari-hari seperti belajar, makan, dan tidur. Orang dengan gangguan ini mungkin hanya memiliki satu episode depresi utama dalam hidup mereka. Tapi yang lebih sering, depresi datang kembali berulang kali.
2.      Dysthymic Disorder
Gejala dysthymia bertahan untuk waktu yang lama (2 tahun atau lebih). Dysthymia tidak terlalu parah dari depresi besar, tetapi masih bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Orang dengan dysthymia mungkin juga mengalami satu atau lebih episode depresi berat selama masa hidup mereka.
3.      Minor Depression (Depresi Ringan)
Gejala depresi ringan mirip dengan besar depresi dan dysthymia, tetapi tidak terlalu parah dan / atau biasanya dalam jangka pendek. Tanpa pengobatan, bagaimanapun, orang dengan depresi ringan beresiko tinggi untuk mengembangkan penyakit depresi.

Selain itu, berdasarkan Yustinus Semiun, 2006 (dalam buku Kesehatan Mental 2) terdapat beberapa pembagian mengenai depresi, yaitu :
1.      Depresi Normal dan Depresi Abnormal
Batas antara depresi normal dan depresi abnormal tidak, jelas tetapi ada dua faktor kedalaman depresi dan faktor lamanya depresi. Normal kalau seseorang kadang-kadang merasa sedikit murung, sedih atau merasa sedikit tertekan. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan kalau depresi begitu dalam sehingga individu tidak dapat berfungsi dengan sewajarnya. Selain kedalaman dari depresi, perlu dipertimbangkan juga kalau depresi tersebut berlangsung lama dan indivudu tidak sembuh serta tidak bisa keluar atau melepaskan diri dari keadaan depresi tersebut. Jika depresi itu berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan oelh penyebab sebenarnya, maka perlu diperhatikan bahwa mungkin terjadi suatu depresi abnormal.
2.      Depresi Eksogen dan Depresi Endogen
   -  Depresi eksogen è depresi yang disebabkan oleh faktor eksternal (faktor-faktor psikologi), seperti konflik dan stres.
   -   Depresi endogen è depresi yang disebabkan oleh faktor internal (faktor-faktor fisiologis).
3.      Depresi Primer dan Depresi Sekunder
  -   Depresi primer è individu yang mengalami stres dimana gejala primernya adalah depresi.
 -  Depresi sekunder è depresi yang muncul dikarenakan adanya gejala sekunder pada individu yang mengalami gangguan lain yang sudah ada sebelumnya, seperti kecemasan, alkoholisme, skizofrenia, dll.
4.      Depresi Involusional dan Depresi Postpartum
  -  Depresi involusional è depresi yang berkaitan dengan permulaan atau awal dari usia lanjut (65 tahun keatas). Depresi ini dilihat sebagai akibat dari faktor-faktor fisiologis seseorang dan faktor tersebut pasti ikut menyebabkan depresi.
  -  Depresi postpartum è mengacu pada suatu depresi yang relatif berat dan timbul sesudah seorang wanita melahirkan. Depresi ini dapat mucul karena respons-respon yang terjadi karena keadaan fisik yang tidak mnyenangkan dan stres yang berkaitan dengan kelahiran, perubahan hormon, keluarnya air susu dari kelenjar susu (laktasi), akibat efek samping dari obat, serta keadaan lingkungan rumah sakit.

C.    PENYEBAB DEPRESI
Kaplan & Saddock pada tahun 1997 menyatakan bahwa sebab depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: 
1)      Aspek Biologi
Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan gangguan hormonal. Neurotransmiter antara lain dopamin, histamin, dan noradrenalin.
a)      Dopamin dan norepinefrin
Keduanya berasal dari asam amino tirosin yang terdapat pada sirkulasi darah. Pada neuron dopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamin melalui 2 tahap: perubahan tirosin menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase (Tyr-OH). DOPA tersebut akan diubah lagi menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta hidroksilase (DBH-OH). Pada jaringan interseluler, DA yang bebas yang tidak disimpan pada vesikel akan dioksidasi oleh enzim MAO menjadi DOPAC. Sedangkan pada jaringan ekstraseluler (pada celah sinap) DA akan menjadi HVA dengan enzim MAO dan COMT.
b)      Serotonin
Serotonin yang terdapat pada susunan saraf pusat berasal dari asam amino triptofan, proses sintesis serotonin sama dengan katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron dari sirkulasi darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase akan membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase akan membentuk 5-hidroksitriptamin (5-HT).

2)      Aspek Genetik
Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:
a.      Penelitian keluarga
Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan bipoler I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan depresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi berat.
b.      Penelitian adopsi
Penelitian ini telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap beresiko menderita gangguan mood, bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan.
c.       Penelitian kembar
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipoler I pada anak kembar monozigotik 33-90%; untuk gangguan depresi berat angka kesesuaiannya 50%. Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25% untuk gangguan bipoler I dan 10-25% untuk gangguan depresi berat.

3)      Aspek Psikologi
Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan gangguan kepribadian tertentu dengan gangguan bipolar I pada kemudian hari. Tetapi gangguan distimik dan gangguan siklotimik berhubungan dengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian harinya.

4)      Aspek Lingkungan Sosial
Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terkena depresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.

Sedangkan, Davidson dan Naela (2001) membagi penyebab terjadinya depresi kedalam beberapa sudut pandang, yaitu :
Sudut pandang tersebut adalah sudut pandang psikologi, sudut pandang kognitif, dan sudut pandang interpersonal.
  1)  Menurut sudut pandang psikologi, penyebab depresi dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan psikoanalisa. Freud mengemukakan hipotesis awal potensi depresi ditumbuhkan sejak anak-anak. Proses pembentukan depresi berawal setelah anak mengalami kehilangan seseorang yang sangat dicintainya karena meninggal perpisahan, atau penarikan afeksi. Kemudian anak tersebut menggabungkan orang yang hilang, dan mengindentifikasi diri dengannya. Periode ini diikuti oleh periode berduka, dimana ia kan mengingat kenangan dari orang yang hilang dan memisahkan diri darinya dengan orang tersebut, yang dianggap meninggalkannya dan melepaskan pula ikatan yang tadinya digabungkan. Periode berduka akan menjadi periode berkelanjutan untuk menyiksa diri, menyalahkan diri, dan berakhir pada kondisi depresi.

2)    Pada sudut pandang kognitif terdapat empat pendekatan kognitif untuk menjelaskan depresi, antara lain :
a.       Teori Depresi Beck è menjelaskan bahwa depresi terjadi karena pemikiran individu tersebut dibiaskan pada interpretasi negatif. Interpretasi negatif tentang diri seperti gambaran pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Keyakinan negatif dipicu oleh peristiwa-peristiwa hidup yang negatif, seperti asumsi bahwa “saya harus sempurna”. Sikap-sikap negatif akan membuat bias-bias kognitif dan memicu depresi.
b.      Teori Learned Helpness è menjelaskan bahwa depresi muncul akibat peristiwa menyakitkan yang tidak dapat dikontrol, peristiwa yang menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup yang tidak menyenangkan dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Kondisi seperti itu akan menghasilkan ketidakberdayaan yang memicu depresi.
c.       Teori Atribusi è teori atribusi adalah deskripsi mengenai bagaimana cara orang menjelaskan penyebab perilakunya sendiri ataupun perilaku orang lain. Orang akan mengalami depresi apabila mengatribusi peristiwa negatif dengan semua kegagalan yang dialaminya. Selanjutnya muncul perasaan tidak berdaya, tidak ada respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan terjadilah depresi.
d.      Teori Hopelessness è menjelaskan bahwa munculnya depresi berawal dari adanya peristiwa yang menyakitkan. Selanjutnya akan muncul perasaan tidak adanya harapan, tidak ada respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan. Hasil yang diharapkan tidak terjadi dan munculnya depresi.

3)    Asumsi sudut pandang interpersonal adalah bahwa individu yang depresi cenderung memiliki hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap orang disekitarnya kurang memberikan dukungan. Sedikitnya dukungan sosial dapat mengurangi kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa yang negatif dan membuat seseorang rentan terhadap depresi.

D.    GEJALA DEPRESI
Gejala depresi ialah keadaan emosi yang tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal : rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal : terlihat seperti ingin menangis). Gejala klinis depresi dapat dilihat sebagai suatu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa, dan lain sebagainya.  Keltner, dkk (1999) menjelaskan bahwa individu yang menderita gangguan depresi jika lima (atau lebih)  gejala depresi telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang. Beberapa gejala yang mungkin terjadi pada seseorang yang mengalami depresi , yaitu :
1.      Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari.
2.      Kehilangan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal : perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan).
3.      Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
4.      Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat).
5.      Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari.
6.      Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari.
7.      Berkurang kemampuan untuk berfikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan.
8.      Berulang kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.

Menurut Setyonegoro (1991), gejala klinis depresi terdiri dari:
1)      Simptom psikologi:
a.       Berpikir: kehilangan konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, pengendalian diri, ragu-ragu, harga diri rendah.
b.      Motivasi: kurang minat bekerja dan lalai, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri. Perilaku: lambat, mondar-mandir, menangis, mengeluh.

2)      Simptom biologi:
a.       Hilang nafsu makan atau bertambah nafsu makan.
b.      Hilang libido.
c.       Tidur terganggu.
d.      Lambat atau gelisah.

E.     PENANGANAN DEPRESI
Individu yang mengalami depresi harus mendapatkan penanganan segera. Jika dibiarkan lebih lanjut akan memicu perilaku tindakan bunuh diri. Salah satu penanganan depresi ialah melalui konseling. Konseling merupakan proses bantuan penyelesaian masalah, yang besifat terbuka dengan bertemu muka yang diberikan oleh tenaga profesional.
Davidson dan Naela (2001) menjelaskan bahwa depresi dapat ditangani dengan empat cara, yaitu :
1.      Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan ini akan membantu klien memperoleh hikmah dari konflik yang dialaminya dan mendorong pelepasan keluar amarah yang selama ini terpendam di dalam dirinya. Pendekatan ini akan membantu klien membuka motivasi yang tersembunyi.
2.      Pendekatan Cognitive Behavioral
Pada pendekatan ini butuh adanya konselor yang mencoba mempersuasi klien yang mengalami depresi untuk mengubah pandangan tentang dirinya dan peristiwa yang negatif.
3.      Pelatihan Keterampilan Sosial
Pendekatan perilaku memfokuskan pada upaya untuk membantu klien meningkatkan interaksi sosialnya.
4.      Pendekatan Biologis
Bentuk terapi biologis yang dapat digunakan adalah ECT (electroconcovulsive therapy). ECT dianggap merupakan pengobatan yang paling optimal untuk depresi parah. Terapi lainnya adalah dengan pemberian obat-obatan untuk menangani depresi.

Contoh Kasus :
“Mahasiswa Unas Bunuh Diri Karena Depresi”
Setelah dilakukan penyelidikan secara marathon, aparat Polrestra Depok menemukan titik terang penyebab tewasnya Muhamad Ferdy Pradipta, 22 tahun, dengan cara terjun bebas dari lantai 5 Mal ITC, Depok, Jawa Barat, Senin (3/3) lalu. Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) semester 5 itu nekat bunuh diri dipicu belum membayar uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas yang diberikan pihak kampus kepada mahasiswa Jurusan Tehnik Informatika tersebut.
Kasat Reskrin Polresta Depok, Kompol Agus Widodo mengatakan, penyebab aksi bunuh diri mahasiswa itu diketahui setelah jajarannya memanggil pihak keluarga korban. Dari para keluarga, yaitu ayah, ibu dan kakak korban mengarahkan kepada masalah belum menyetorkan uang kuliah. Selain itu, banyaknya tugas kuliah yang harus diselesaikan sebelum mengikuti ujian tengah semester yang akan dilaksanakan kampus.
”Sepertinya korban depresi karena banyak persoalan yang tidak bisa dipecahkan. Informasi itu semua kami ketahui dari keluarga korban yang dimintai keterangan oleh penyidik,”kata Agus kepada INDOPOS, kemarin. Agus menyatakan korban menjalani dunia perkuliahan lantaran ingin membahagiakan orang tua, bukan karena keinginan sendiri. Namun, karena tak sanggup mewujudkan keinginan membahagiakan keluarga korban pun kebingungan.
Sementara, Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo menyatakan, kasus bunuh diri Muhamad Ferdy Pradipta terjadi akibat beban pendidikan yang diinginkan orang tuanya tidak bisa dipenuhi. Kata dia, itu terlihat dari isi pesan singkat yang dikirimkan korban kepada orang tua. Besarnya beban itu membuat korban depresi dan frustasi pada level tingkat tinggi.
Dia menambahkan, efek terhadap besarnya tekanan orang tua kepada anak agar mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang tidak diminati akan sangat fatal terjadi. Sebab, beban moral dipegang oleh sang anak dalam menyenangkan orang tua yang tak bisa diwujudkan semakin bertambah. Hal tersebut memicu seseorang merasa frustasi atau stress.

Analisis Kasus :
Depresi adalah penyakit mental yang umum tapi serius, biasanya ditandai dengan perasaan sedih, cemas, atau putus asa. Depresi dapat melanda siapa saja, tak terkecuali mahasiswa. Adalah wajar bila kadang seseorang dihinggapi perasaan depresi. Dengan berjalannya waktu, memasuki aktivitas lain seusai masa berkabung, mood depresif akan hilang. Kebanyakan mahasiswa kadang-kadang merasa sedih atau cemas, tapi emosi ini biasanya berlalu dengan cepat. Namun jika hal ini terus berlanjut hingga berhari-hari dan mengganggu aktivitas maka hal tersebut bisa dikatakan bahwa seseorang menderita depresi.
Dalam kasus diatas, seorang mahasiswa yang mengalami depresi hingga nekat mengakhiri hidupnya. Berdasarkan penyelidikan, mahasiswa tersebut mengalami depresi karena banyak masalah yang ia hadapi, seperti belum membayar uang kuliah, tugas kampus yang begitu berat, dan penyesalan karena memilih jurusan kuliah disebabkan keinginan dari orang tuanya, sehingga munculnya rasa takut tidak dapat membahagiakan orang tuanya. Rasa takut yang berlebihan dan penyesalan itu membuat korban berani bertindak nekat. Efek psikologi itulah yang menimbulkan rasa bersalah korban yang tidak bisa menepati janji. Fase dimana jika seseorang tidak bisa menahan beban moral pasti akan bertindak nekat. Hal tersebut memicu seseorang merasa frustasi atau depresi.
Jika dipandang berdasarkan sudut pandang kognitif, depresi yang dialami mahasiswa tersebut dapat muncul karena adanya peristiwa menyakitkan yang tidak dapat dikontrol, peristiwa yang menyakitkan tersebut diperoleh dari pengalaman hidup yang tidak menyenangkan dan trauma yang gagal dikontrol oleh individu. Dalam kasus ini mahasiswa tersebut memiliki masalah keuangan, keluarga, dan tugas kuliah yang tak kunjung terselesaikan. Hal-hal tersebut menumpuk semakin berat dan tak terbendung lagi sehingga mahasiswa tersebut mengalami depresi.
Selain itu, mahasiswa tersebut juga memiliki gambaran negatif tentang diri seperti gambaran pesimis tentang diri, dunia, dan masa depan. Ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya namun ia takut bahwa hal ia ia lakukan tidak terwujud karena tidak sesuai dengan kata hatinya dan keinginannya. Tipe depresi yang dialami orang mahasiswa tersebut tergolong mayor depression (depresi berat) karena dialami dalam jangka waktu yang lama, menganggu kegiatan sehari-hari, hingga berujung pada tindakan bunuh diri.
Ya, efek terfatal seseorang yang mengalami depresi adalah melakukan tindakan bunuh diri. Padahal hal tersebut dapat dicegah bila ia mau terbuka mengutarakan masalahnya pada orang lain (bercerita kepada teman yang dipercaya atau konsultasi pada psikolog) sehingga depresi yang ia alami dapat tertangani dengan baik. Faktor agama juga merupakan kunci terpenting dalam menghilangkan depresi seseorang. Mereka yang memiliki iman yang kuat akan percaya bahwa Allah SWT tidak pernah memberi cobaan yang tidak bisa ditanggung oleh umat-Nya. Allah SWT senangtiasa melindungi dan mengangkat derajat umat-Nya yang bersabar serta pantang menyerah dalam menjalani hidup. 

SUMBER REFERENSI:
Fausiah dan Widury. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: UIP
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Widyarini, Nilam. (2009). Psikologi Populer : Kunci Pengembangan Diri. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Rosady, Henry. (2014). INDOPOS. Diakses pada 20 April 2015. Diperoleh dari :
http://www.indopos.co.id/2014/03/mahasiswa-unas-bunuh-diri-karena-depresi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar